Siapa yang tidak marah kalau diganggu, demikian juga lebah yang akan menyerang apabila ada yang mengusik sarangnya. Namun disayangkan, amarah lebah tak hanya menyerang lawan tapi juga membunuh dirinya sendiri. Seketika cairan keluar dari dalam tubuhnya dan membunuhnya setelah durinya menancap di tubuh lawan. Amarah telah membunuh diri lebah itu sendiri.

Dilain kisah seputar amarah yang membunuh, ada cerita unik yang mungkin bisa dipahami lebih ringan. Judul besar bukunya ialah 'Kisah Cacing dan Kotoran Kesayangannya' yang berisi tentang ceramah Ajahn Brahm yang sarat tentang pemulihan jiwa. Buku ini menceritakan banyak kisah dan pengalaman yang dialami oleh Ajahn Brahm selama menjadi biksu, namun buku ini tidak sarat dengan doktrin-doktrin agama. Murni tentang diri sendiri dan hubungan antar pribadi. Dalam buku ini ada kisah 'Monster si Pemangsa Amarah'. 

Monster ini sangat besar, bau dan jorok. Ia berdiri dan masuk dengan sesuka hatinya ke ruang pertemuan kerajaan dan pengawal-pengawal kerajaan mulai ketakutan dan mencoba mengusir dengan nada marah, seraya mengancam akan membunuhnya. Seketika itu juga, monster itu semakin membesar, semakin jelek dan semakin bau. Tibalah raja pemilik kerajaan yang terkenal dengan keramahan dan sopan santunnya. Ia meminta para pengawal melayani monster ini dengan baik. Ia juga meminta para pekerja dapur memasakkan masakan yang paling lezat untuk dinikmati monster ini.

Monster ini tak sedikit pun mendengar amarah dari sang raja dan ia mulai mengecil, namun raja tidak berhenti. Ia menjamu monster ini dengan sangat baik, menawarkan sajian-sajian yang ada. Saat itu juga monster ini semakin mengecil, mengecil dan pada akhirnya tidak kelihatan lagi.  Seluruh pengawal dan penyaji makanan kerajaan bersorak gembira.

Ini bukan sekedar cerita dongeng belaka. Monster dan Lebah ada dalam diri kita. Ia keluar pada saat kita merasa tertekan dan terusik. Kata-kata yang keluar saat marah, tidaklah murni dari hati. Ibarat pisau bermata dua, tidak hanya menusuk lawan tapi juga menusuk diri kita sendiri. Bermaksud menjatuhkan lawan, namun pada akhirnya kita menjatuhkan diri kita sendiri. Dalam amarah kita tidak dapat mengontrol kata-kata yang keluar dari mulut dan mengendalikan tangan kaki kita dari tindakan yang sebenarnya tidak ingin kita lakukan. Seperti air yang mendidih, panas dan penuh tekanan. 'pushhhhhhhhhhh', bunyi air yang sudah matang.

Saat amarah mulai menyerang diri kita, katakan ini dalam hati kita : 'Kendalikan, kendalikan, cobalah untuk tenang, sabar dan tahan. Aku adalah pribadi yang sabar dan pemurah. Tuhan bantulah aku'. Beralihlah dari seseorang yang membangkitkan amarah mu dan lihatlah cermin. Betapa buruknya diri kita saat marah.

Ingin rasanya kita melampiaskan amarah, saat kita mencoba untuk menenangkan diri. Sakit memang dan memang sakit menahan amarah. Ibarat air panas, yang panas bukan cuma airnya tapi juga wadahnya. Tidak sedikit yang menyakiti dirinya saat amarah tertahankan. Seperti film 'Sinchan' yang selalu menganggu ibu temannya dan ibu itu mengambil boneka. Ia menghajar boneka itu untuk meluapkan amarahnya, karena kalau langsung ke dinding bisa meninggalkan sakit ditangan dan bisa saja timbul luka.

Melampiaskan amarah dengan membanting peralatan-peralatan dirumah, memukul dinding, tiang listrik atau melampiaskan dengan kata-kata atau tindakan kepada si pemicu amarah, bukanlah solusi malah sebaliknya akan menimbulkan masalah baru. Ada 'barang' yang harus diganti dengan nilai tidak setara saat menghancurkannya.

Apabila kita ada pemicu dari amarah itu, maka cobalah untuk diam dan menjauh. Biarkan suasana tenang dan minta maaflah sebelum 'matahari terbit'. Amarah telah banyak menelan korban jiwa, selanjutnya mari lihat cermin. Kita lebih indah dengan senyum dimata dan dibibir dan tarik nafaslah sedalam mungkin, lalu keluarkan.