“Kemiskinan di daerah pedesaan perlu mendapat perhatian khusus, ini dikarenakan pedesaan mempunyai karakteristik tertentu mencakup geografis, demografis, kultur, sumber daya dan sebagainya. Upaya penanganan penduduk miskin di pedesaan yang merupakan 80% dari penduduk Indonesia perlu mengintegrasikan pembangunan sosial dengan pembangunan ekonomi secara bersama-sama”, kata Hartono Laras dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Pedesaan, Kementerian Sosial RI.

Dasar pemikiran penanggulangan kemiskinan terdapat dalam UU 11 Tahun 2009 tentang Kesejateraan Sosial dan UU 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

Kelompok Fakir merupakan kelompok yang sama sekali tidak memiliki sumber mata pencaharian dan tidak memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan. Kelompok Miskin merupakan kelompok yang memiliki sumber mata pencaharian tetapi tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan.

Kelompok kurang beruntung (disadvantaged groups) ini sesungguhnya memiliki potensi untuk dikembangkan, agar mampu keluar dari lingkaran kemiskinan, namun berbagai persoalan struktural dan ketiadaan aset menjadi masalahnya.

Persoalan kemiskinan merupakan persoalan multifaktor. Secara fundamental (mendasar) permasalahan ini dinilai berasal dari faktor internal dan eksternal. Dari sisi internal yang mempengaruhi ialah pendidikan, aset atau modal dari pribadi individu itu sendiri dan secara eksternal dipengaruhi oleh minimnya ruang bagi pengembangan diri, usaha, lingkungan yang tidak mendukung, jaringan yang lemah dan lainnya.

Minimnya pendidikan, rendahnya kualitas kesehatan, kurangnya sumber mata pencaharian,  dan minimnya kemampuan khusus akan sangat rentan terhadap kemiskinan (sangat mudah untuk jatuh miskin), misal naiknya harga bahan pokok atau terjadinya bencana alam.

Best practices dalam pengembangan lembaga keuangan mikro, asuransi mikro, usaha kecil yang dilaksanakan oleh Bangladesh, India dan beberapa negara Afrika terbukti menunjukkan hasil yang signifikan dalam mengendalikan angka kemiskinan. Sentuhan pemberdayaan melalui pelatihan vokasional, pemberian modal berupa stimulan, pembukaan jaringan pasar dan perbankan menjadi faktor peningkatan produktifitas dalam sektor pertanian, peternakan dan jasa (usaha kecil) lainnya. Ditambah lagi bila dorongan dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan, maka akan meningkatkan kualitas hidup dan sumber daya manusia itu sendiri

Sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan Presiden dalam Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, maka banyak implementasi program penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan pemerintah pusat besama pemerintah daerah melalui kegiatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE), sinergisitas Program Keluarga Harapan (PKH) dengan KUBE, pembenahan Sarana Lingkungan (Sarling), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Keluarga Harapan (PKH), Program beras untuk masyarakat miskin (Raskin), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan penyediaan rumah layak huni dalam kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH), yang kesemuanya dianggap telah menurunkan pengangguran dan tingkat kemiskinan.

Data Kemiskinan dalam www.presidenri.go.id.
Gambar 1


Diharapkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan mampu menekan angka kemiskinan yang ada di Indonesia, seperti yang terlihat pada Gambar 1 diatas yang menunjukkan penurunan angka kemiskinan selama kurun waktu 10 tahun, yakni dari tahun 1998-2008 dalam hitungan persen. Dalam kurun waktu 5 tahun berikutnya (tahun 2009-2013) kembali mengalami naik turun dikarenakan harga Bahan Bakar Minyak terus mengalami kenaikan, Sembako juga ikut mengalami inflasi dan terjadinya bencana alam yang menghambat produktivitas masyarakat disekitar area bencana untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.